Sudah lama aku tidak melihatnya. Mungkin sekitar tujuh tahun silam, semenjak dia menikah dengan putri mbarepnya mbokdhe Soma Bajang, dan kemudian mengadu nasib ke kota. Dan tak pernah pulang lagi ke kampung halaman. Bahkan saat nyadran atau lebaran. Betul-betul lenyap seperti ditelan bumi. Maka sungguh hal yang cukup mengejutkan seisi kampung, ketika pagi itu, mbok Soma gero-gero menyambut sang menantu yang datang tak terduga. Wajah Kang Narjo tampak kebingungan dan kegalauan. Tampaknya ada sesuatu yang mengganjal di balik kedatangannya. Segera ia berlari menghambur dan sungkem di kaki mertuanya, sambil ngguguk, menangis tiada henti-henti. Warga satu persatu berdatangan, mengerubung di depan pintu rumah, namun tak satupun yang kuasa berkata-kata.