Lompong

April 23, 2008

Kebiasaan ini sudah berlangsung sedemikian lama di kampungku. Sudah mendarah daging. Mungkin sudah bisa disebut sebagai budaya lokal. Sesuatu hal yang mungkin kelihatan konyol, ngoyoworo, tapi entah mengapa hal ini begitu membekas dalam diri kami. Hanya sebuah paraban. Nama panggilan. Bagi kami, bukanlah sekedar nama panggilan. Paraban adalah cerminan eksistensi di komunitas kami. Paraban adalah tetenger, pertanda. Suatu prasasti. Bahkan semacam pengakuan. Belumlah diakui oleh komunitas, selama kami belum memperoleh paraban yang unik.

Baca entri selengkapnya »

Pasetran Gandamayit

April 12, 2008

Jalan setapak itu sudah ada sejak aku belum lahir. Menyusur sepanjang tepian kali Progo. Berawal dari ujung kampung, merupakan akses tersingkat menuju ke pangkalan gethek yang melayani penyeberangan ke Sentolo, salah satu kota kecamatan yang cukup ramai di Kulon Progo. Jalan setapak itu bermula dari sebelah kandang sapi Pakdhe Karyo Dubruk, menurun menyusuri kontur tepian sungai, kemudian sedikit berbelok menghindari akar pohon jangkang yang mungkin sudah berusia ratusan tahun. Setelah pengkolan itu, setapak terputus oleh grojogan kecil yang mengalirkan air buangan dari kebun tebu di utara kampung. Sebagai penghubung, oleh warga sekitar dipasang dua batang glugu yang ditebang dari tepi kuburan yang berada tepat di atas grojogan itu. Selepas sudut kuburan, jalan setapak sedikit berbelok, tertutup pohon preh yang tak kalah besarnya dengan pohon jangkang di dekat grojogan. Dua belokan, serta keberadaan pohon raksasa di ujung belokan tersebut, dengan sempurna menutup akses pandangan mata pejalan kaki yang berada di antara dua pengkolan itu. Setelah pengkolan pohon preh, dua ratus meter kemudian, sampailah pada tambatan gethek yang akan menyeberangkan penduduk kampung ke dunia luar.

Baca entri selengkapnya »

Ngumpulke Balung Pisah

April 11, 2008

Dua bulan meninggalkan dunia maya, ulun banyak sekali kelangan enggok kiprah teman-teman. Menatap ke depan, ternyata banyak belokan dan persimpangan di sana. Saya tak tahu, kemana mereka perginya. Bahkan ulun nyaris tak tahu ontran-ontran rebutan roti susur di tanah air, atau tarik menarik kutub positif dan negatif di alam maya. Jangankan kangmas Caplang yang nggeblas di atas Vitrinya, itik kecil yang jalannya megal-megolpun sudah tak terkejar lagi. Mungkin hanya Ki Sawal yang gliyak-gliyak waton kecandhak, yang masih mampu ulun deteksi olah kridha-nya.

Baca entri selengkapnya »

Anda tidak bisa bahasa Jawa? Jangan khawatir. Hanya judul saja yang berbahasa Jawa, kalaupun ada di tubuh postingan, pasti ada penjelasannya.

Baca entri selengkapnya »