Wisanggeni Gugat 2: Menguji Kesetiaan Bathara Bromo

September 14, 2008

Kelanjutan dari sini. Setelah sekian lama terlupakan. Terimakasih untuk Kang Kandar atas file wayangnya.

Bathara Panyarikan tidak membuang waktu lagi. Segera madal pasilan meninggalkan pisowanan di Jonggringsalaka menuju ke Gresilageni untuk menjemput Bathara Bromo. Mengetahui dirinya dipanggil Sang Hyang Bathara Guru, Bathara Bromo segera melesat menuju ke paseban di Marcupundhamanik, menjumpai penguasa tunggal Suralay yang masih nampak galau. Sejenak berbasa-basi, akhirnya Bathara Guru ndangu Bathara Brama.

+ “Jangan terkejut ya Bromo, ulun memanggilmu untuk sowan, ada satu hal yang sangat penting yang harus ulun bicarakan denganmu”.

– “Sendika, pukulun Bathara Guru”

+”Sebelumnya ulun tanya, sejauh mana kira-kira pengabdian dan kecintaanmu terhadap ulun, selaku pepundhenmu?”

– “Pukulun, panjenengan adalah pepundhen hamba, yang sangat hamba hormati dan hamba cintai. Sampai detik ini pun, dari lubuk hati yang terdalam, segala cinta dan pengorbanan hanyalah untuk paduka. Jiwa raga hamba hanyalah untuk kemuliaan paduka”

+ “Ulun percaya, tiada yang lebih setia terhadapku melebihi dirimu. Kecintaanm pun telah teruji selama ini. Maafkan ulun, kalau terkesan mempertanyakan kesetiaanmu. Hal ini ulun rasa perlu, karena ulun hendak mempercayakan satu tugas yang maha berat, yang ulun percayai hanya dirimu yang mampu mengembannya”

– “Sendika paduka. Demi kehormatan dan kemuliaan paduka, ijinkanlah hamba nyadhong dawuh pukulun, semua yang paduka titahkan akan hamba laksanakan dengan penuh tanggung jawab”

Bathara Guru terdiam sejenak. Menghela napas panjang, kemudian melanjutkan sabdanya, sambil menatap tajam wajah Bathara Bromo yang tertunduk takzim.

+ “Sekarang pulanglah ke kahyangan Gresilageni. Jumpai cucumu Wisanggeni, dan bunuhlah dia untukku”

Lirih namun tegas sabda Bathara Guru, namun bagi Bathara Bromo, terdengar bagaikan gundhala sasra, seribu guntur yang bersuara bersamaan dalam topan badai. Pucat pasi, gemetar, Bathara Bromo tak mampu mengeluarkan suara.

+ “Bagaimana Bromo, ulun sangat bergantung pada dirimu. Hanya kamulah yang mampu menyelamatkan kahyangan Suralaya dari kehinaan”

– “Punten dalem sewu pukulun, kalau diperkenankan tahu, mengapa hamba harus membunuh cucu saya? Apa dosa yang telah dia perbuat sehingga mampu mencemarkan kehormatan Suralaya?”

+ “Kau tak perlu tahu. Ulun hanya ingin kesanggupanmu. Kalau kamu sanggup, bunuhlah Wisanggeni, dan itu membuktikan bukti kecintaan dan kesetiaanmu pada Suralaya. Namun apabila kamu tak sanggup, berarti tak ada gunanya dirimu jadi dewa. Satu-satunya hal yang pantas untukmu adalah tanggalkan seluruh pakaian kebesaran kedewaanmu, dan terjunlah kamu ke kawah Candradimuka”

Bathara Bromo terdiam lama, sampai akhirnya dengan suara tercekat dia memohon kepada Bathara Guru

– “Punten dalem sewu pukulun, bagaimana saya bisa membinasakan cucu saya, sedangkan pada saat dalam kandungan, saat lahir, maupun pada saat masih kecil, melalui keadaan yang sangat kritis dan membahayakan dunia seisinya. Apalagi sekarang, saat dia sedang beranjak dewasa, apa tidak berbahaya bagi Suralaya?”

+ “Tak perlu banyak cakap Bromo. Sanggup atau tidak? Take it or leave it! Bunuh Wisanggeni atau nyemplung kawah Candradimuka!”

Bathara Bromo bimbang, dan menoleh pada Bathara Narada, meminta pertimbangan.

– “Bagaimana ini kakang Narada, mengapa saya dihadapkan pada posisi yang sangat sulit. Mohon bantuan kakang untuk meredakan amarah pukulun Bathara Guru”

+ “Luweh, aku ora melu-melu. Bagimu hanya ada pilihan. Bunuh Wisanggeni, atau nyemplung kawah. Ulun tadi sudah memberikan saran pada adi Guru, tapi malah ulun mau dipensiun dini jadi dewo. Semua tergantung kamu. Keputusan di tanganmu”

Dengan berat hati akhirnya Bromo menyanggupi perintah Bathara Guru yang sebenarnya dirasa tidak masuk akal. Namun apa daya, sebagai seorang dewa, dia hanya bisa tunduk dan patuh pada sang penguasa jagat, meskipun harus mengorbankan cucu kesayangannya. Akhirnya Bromo meminta ijin untuk kembali ke Gresilageni. Menjalankan misi yang sangat berat baginya, yang hampir-hampir tak mungkin dilakukannya.

Selepas kepergian Bromo, segera Bathara Guru memerintahkan Narada beserta anak-anaknya untuk mengikuti langkah Bromo, memastikan bahwa Bromo akan melaksanakan perintahnya. Apabila Bromo tidak mampu melaksanakan tugas, maka menjadi kewajiban Narada untuk meringkus dan menjerumuskan ke dalam kawah Candradimuka.

Bathari Durga, yang saat itu telah datang menghadap, segera diperintahkan oleh Bathara Guru untuk menemui sang putra, Dewasrani di Parang Gupito dan menugaskannya untuk melaksanakan misi berikutnya. Membunuh dan mempersembahkan kepala Werkudoro, Antaseno dan Janaka. Sebagai sipat kandel, Bathara Guru membekali Durga dengan pusaka cis jaludara miliknya. Apabila Dewasrani berhasil melaksanakan tugasnya, Bathara Guru berjanji untuk mengangkat dan mewisuda Dewasrani sebagai lelananging jagad menggantikan posisi Arjuna. Tanpa menunggu diperintah dua kali, Bathari Durga yang memang sangat berambisi untuk meraih kedudukan di kahyangan Suralaya melesat menuju Parang Gupito untuk menyampaikan amanat itu kepada puteranya.

Selesai memberikan sabda, dengan diiringi para dayang, Bathara Guru beranjak menuju bilik peraduan untuk beristirahat.

Bersambung lagi sesempatnya

9 Responses to “Wisanggeni Gugat 2: Menguji Kesetiaan Bathara Bromo”

  1. kw Says:

    wah batara guru menghalalkan segala cara ya, memanfaatkan kedewaannya hanya untuk egonya sendiri agar kayangan suralaya tak terhina?

    dewa yang payah?

    *ulun, pekulun artinya apa ya?

    selamat berpuasa…. 🙂

  2. iway Says:

    luweh? halah bahasa ginian ada di wayang hehehehheheh, lanjut pakdhe 😛

  3. ferry Says:

    kang …. bagus banget ceritanya…

    as a banker yang pusing mikirin duit orang lain dan jagad financial yang udah kagak jelas …cerita wayangnya kakang sangat menghibur,

    mengingatkan masa kecil pas di solo dulu, yang sering nemenin bapak, nonton wayang semalem suntuk setiap ada hajatan.

    matur nuwun …

    ditunggu episode selanjutnya.

    request donk … ceita2nya ato filosofi2nya Pujangga Ronggowarsito kalo ada …

    thanks

  4. edratna Says:

    Wahh kok nggak dituntaskan…..:P
    Bikin penasaran….

  5. Ndoro Seten Says:

    Wisanggeni merupakan pralambang kesucian hati wong cilik yang mampu memporak-porandakan kezaliman, bahkan meski diskenario oleh para kaum elitis dewa.
    Belajar dari kisah tersebut, bahwasanya yang bernama kebenaran itu berasal langsung dari Tuhan. Maka tiada daya upaya dan kekuatan apapun yang akan mampu menghalangi, meskipun perantaraannya bisa melalui siapa saja atau apa saja!

  6. sigid Says:

    Kulo nuwun pak Dee …
    Sugeng Riyadi, mugi-mugi sedaya lepat saget dipun lebur wonten wekdal ingkang sae punika :mrgreen:


  7. […] Wisanggeni Gugat 3: Mata-mata para Dewa Diterbitkan Oktober 4, 2008 Jagad Gumelar Ringkasan cerita sebelumnya: […]

  8. Bravo Says:

    Nyuwun sewu,saged kalih sulukipun,ben katon nyata.


  9. dewa cemen

    menang dari kekuasaan lebih baik semar aj yg mengatur semua kehidupan di dunia
    tiru semar yg selalu bijaksana


Tinggalkan komentar